Senin, 2 Syawal...
Beberapa saat setelah bertemu di Carefour rupanya ada SMS dari beliau untuk
menanyakan apakah saya berkenan kalau hari ke-2 lebaran beliau hendak
silaturohim ke rumah. Saya pun mempersilahkannya untuk mampir ke rumah sekalian
bapak dan ibu ingin berbincang-bincang dengan beliaunya.
Pagi-pagi sekali ibu saya sudah heboh sendiri menanyakan mengenai rencana
mas yang mau ke rumah, saya sampaikan ke ibu bahwa masnya akan datang sekitar
pukul 9-an. Bapak pun mulai merapikan rumah sedari pagi, ibu juga meminta saya
untuk segera merapikan diri, tapi entah kenapa ya rasanya kok males banget
rapi-rapi. Saya menyengaja tidak mempersiapkan diri, biarlah ibu dan bapak
yang menyambut kedatangannya.
Tidak lama kemudian terdengar suara ibu memanggil saya dari dalam rumah,
menginformasikan bahwa tamunya sudah datang. Sengaja saya lama mempersiapkan
diri agar bapak dan ibu dulu aja yang ngobrol. Sampai sekitar 30 menit-an saya
baru keluar dengan malas-malas (#upps maap nih jujur bangets) hehee.
Jangan ditanya bagaimana perasaanya menyambut tamunya...? Seingat saya
rasanya tidak gimana-gimana, biasa aja dan lempeng-lempeng aja. Kami pun mulai
berbincang ngalor ngidul gak karuan dengan bahasa Jawa campur
Indonesia, tentang perantauan, tentang masa sekolah, tentang kuliah,
tentang Depok, tentang Bandung, dan dengan sangat bersemangat beliau
menceritakan tentang Kalimantan mulai dari makanan, gaya hidup penduduk asli,
keadaan air, pemerintahan dan saya hanya mengangguk-angguk menjadi pendengar.
Sangat terlihat supel*nya beliau, tak henti-hentinya beliau
selalu berusaha memecah keheningan, dan kebosanan.
Waktu berjalan, hati saya sudah mulai gelisah, kenapa? Karena kok betah
banget ya ini si mas ga pamit-pamit. Padahal ada beberapa agenda silaturohim ke
saudara, akhirnya semua agenda itu canceled dulu. Terdengarlah adzan dzuhur
berkumandang, beberapa saat kemudian beliaunya izin mau numpang sholat dan
kemudian pulang. Legaaaa...akhirnya pulang juga (#uuupsss). Setelah pamitan dg
ibu bapak, beliaunya langsung capcuuuussss. (#Ayeeeyeee...)
Senja tiba, ibu bapak mengajakku jalan-jalan sore nyari sate ke daerah
dekat kecamatan, “aahhh, ini pasti ada maunyaaa...”, gumamku dalam hati.
Benar ternyata, ada pidato kenegaraan yang mengiringi saya
nyopir sepanajang perjalanan. Ada pesan-pesan khusus yang intinya:
Sudahlah, mau menunggu yang bagaimana lagi...? kalau yang sholeh, santun, siap dan mampu untuk hidup bersama sudah ada dan dari keluarganya sudah meminta lalu sekarang mau nyari lagi yang kyak gimana...? apakah masih kurang...? mana qona’ahnya...? Ibu dan bapak sudah kenal baik dengan orang tuanya, semuanya santun dan bersahaja. InsyaAllah ini yang terbaik, ini jawaban dari do’a-do’a panjang ibu, bapak dan mbah ti untukmu selama ini, nak. Silahkan difikir matang-matang, difahami dan di istidorohkan yaa. Ibu, bapak, mbah ti sekeluarga sudah merestui dengan sepenuh hati. InsyaAllah dengan restu dan do’a kami yang mengiringi, hidupmu dan keluargamu kelak akan bahagia dan barokah. Ibu dan bapak selalu mendo’akan yang terbaik dan InsyaAllah inilah yang terbaik, selamat mengikhtiarkan cinta ya, nak.”
Saya hanya tersenyum sembari sepatah dua patah kata menjawab, “nggiih
buk, nggih pak”. Jangan ditanya bagaimana hati saya, saya tak mampu
mengungkapkannya, yang ada dipikiran saya adalah bayangan betapa bahagianya
orang tua saya kalau saya menerima semuanya tanpa memikirkan apakah saya
(sudah) jatuh cinta atau minimal ada rasa suka atau minimal kecenderungan
terhadapnya. Jawabannya adalah bahwa semua rasa itu belum ada sama sekali, yang
ada dipikiran saya hanya ridho Allah ada pada ridho orang tua, itu saja, cukup.
.......bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar